Unsur Budaya Dalam Gizi Lahan Kering Kepulauan di NTT
PAPER
GIZI KESEHATAN
MASYARAKAT
LAHAN KERING
KEPULAUAN
“Reduksi Unsur
Budaya Kaitannya Masalah Gizi Kesmas”
OLEH :
Melkianus Ndara Bengo
1707010271
Asal Daerah Sumba Barat Daya
PEMINATAN GIZI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2018
1. Adat dan Tradisi ( Sistem Kepercayaan,
system kesenian, system social dan matapencaharian)
a. Sistem Kepercayaan
Koentjaraningrat (2002) Budaya adalah suatu cara
hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi.
Pantang makanan adalah bagian dari budaya. Pantang makanan adalah bahan
makanan atau masakan yang tidak boleh dimakan oleh para individu dalam
masyarakat karena alasan yang bersifat budaya. Misalnya ada beberapa masyarakat
suku Kodi di Kabupaten Sumba Barat Daya, ibu hamil tidak boleh mengonsumsi
belut atau ikan yang bersisik, karena khawatir anaknya nanti hiperaktif.
Padahal jika ditelusuri secara ilmiah, ikan terlepas dari yang bersisik atau
tidak adalah makanan terbaik kaya akan protein dan asam amino yang sangat
dibutuhkan ibu hamil untuk memenuhi kebutuhan gizi ibu dan pertumbuhan dan
perkembangan janinnya.
Khomsan (2004) hiperaktivitas anak
bisa terjadi pada individu- individu tertentu yang tubuhnya tidak bisa
mentolerir senyawa salisilat. Senyawa ini banyak terdapat pada pewarna makanan
dan aditif makanan. Selain itu, ditambahkan bahwa zat penyedap dan zat pengawet
makanan seperti BHA (butylated
hidroxyanisole) dan BHT (butylated
hydroxytoluene) juga menjadi penyebab hiperaktivitas pada anak-anak. Produk
daging awetan, permen, es krim, minuman-minuman hendaknya dikurangi pada
anak-anak usia 2 sampai 12 tahun. Karena pada usia ini, rentan terhadap zat-zat
yang berlebihan pada makanan instan.
b. Sistem kesenian
Tradisi kesenian di Kodi Sumba Barat Daya
adalah Pasola setiap bulan Februari sampai Maret dan pesta adat (Woleka, tarik
batu kubur, pembangunan rumah adat, gali tulang leluhur, dll) yang waktunya
flutuatif antara musim kemarau bulan Mei sampai September. Dalam tradisi adat
ini, ada nilai-nilai seni yang ditampilkan misalnya budaya Pasola (saling
melemparkan lembing dengan menunggang kuda), setiap pesta Pasola ada banyak
wisatawan asing maupun local yang datang berkunjung ke Sumba, hal ini dapat
meningkatkan pendapat asli daerah (PAD) Kabupaten Sumba Barat Daya. PAD dapat
berkontribusi dalam pembiayaan bidang kesehatan dari APBD terutama dalam
perbaikan gizi masyarakat. Dalam tradisi pasola juga, ada banyak sesajen yang
dipersembahkan kepada leluhur, sesajen dapat berupa hewan kurban ayam, babi,
anjing, sapi dan kerbau. Hal ini dapat memperbaiki pola konsumsi masyarakat,
yaitu pemenuhan zat gizi protein dari daging hewan kurban.
c. Sistem social
System social dapat berpengaruh terhadap keadaan
gizi masyarakat, terutama dalam social ekonomi. Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh pada
pola penyakit. Misalnya penderita obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan
masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, dan sebaliknya malnutrisi lebih
banyak ditemukan dikalangan masyarakat yang status ekonominya rendah.
d. Mata Pencaharian
Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola
penyakit. Misalnya dikalangan petani banyak yang menderita penyakit cacing
akibat kerja yang banyak dilakukan disawah dengan lingkungan yang banyak
cacing. Kecacingan
dapat menyebabkan anemia (kurang darah). Pada manusia yang terinfeksi
kecacingan mekanisme terjadinya anemia yaitu bahwa cacing yang hidup dalam
saluran pencernaan dan penyerapan makanan dalam usus mengisap darah penderita
yang mengakibatkan terjadinya pengurangan zat besi darah yang berdampak pada
kejadian anemia. Sebaliknya
buruh yang bekerja diindustri , misal dipabrik tekstil banyak yang menderita
penyakit saluran pernapasan karena banyak terpapar dengan debu.
2. Seni pertunjukan ( system kepercayaan
dan system social)
Seni
pertunjukkan dalam system kepercayaan dan system social, seperti yang saya
kemukakan diatas adalah hal yang bisa mendatangkan devisa negara, terutama bagi
daerah yang menyelenggarakannya. Seni pertunjukkan di Kabupaten Sumba Barat
Daya, khususnya di daerah Kodi adalah seni pertunjukkan Pasola (Pahola). Pasola adalah tradisi dari
nenek moyang masyarakat Kodi yang diwariskan hingga kini. Pasola biasanya
dibuat pada bulan Februari sampai bulan
Maret. Pertunjukkan pasola menarik wisatawan dari berbagai belahan dunia dan
juga wisatawan local. Pasola merupakan tradisi satu-satunya yang ada di
Indonesia bahkan dunia. Dalam tradisi pasola, semua masyarakat Kodi turun ke kampung
adat dengan membawa serta sesajen berupa beras, binatang untuk dipersembahkan
kepada leluhur dan juga diberikan kepada wisatawan (keluarga) yang berkunjung.
Jika dikaitkan dengan gizi kesehatan masyarakat, jelas ada hubungannya jika PAD
hasil sewa hotel, pembelian tiket, pembelian makanan, dan sebagainya digunakan
untuk perbaikan gizi masyarakat yang bersumber dari APBD. Pembagian makanan
gratis kepada keluarga atau khalayak yang berkunjung ke kampong adat, juga memiliki
nilai social yang tinggi di mata wisatawan, sehingga menarik minat wisatawan
untuk datang berkunjung lagi ditahun berikutnya.
3. Kerajinan (Nilai seni, system
matapencaharian dan system teknologi)
Dalam tradisi pasola di Kodi Sumba Barat Daya, biasa
para pengrajin tenun ikat memanfaatkan kesempatan ini untuk menjual kain-kain
hasil tenunan para ibu-ibu pengrajin tenunan ikat khas Kodi. Hasil penjualan
kerajinan tangan ini, tentu akan berdampak pada pendapatan keluarga untuk
pemenuhan zat gizi dalam keluarga.
4. System Lingkungan ( tata ruang dan
arsitektur)
Rumah adat dan batu kubur megalitik di Kodi Sumba
Barat Daya menampilkan corak lukisan yang menarik wisatawan. Tiang rumah adat
diukir dengan berbagai macam symbol adat misalnya ada gambar kuda yang
melambangkan keperkasaan dan ketangkasan, mamoli (perhiasan emas untuk biaya
belis), taring babi dan tandung kerbau), semuanya ini menyimpan nilai
arsitektur budaya yang memiliki nilai religius dikalangan penganut Marapu di
Sumba. Letak rumah adat juga selalu berhadapan, tujuan dari penataan ini adalah
memudahkan masyarakat untuk saling menyapa dan membantu. Misalnya jika disalah
satu rumah makan sesuatu sementara disebelahnya belum makan, bisa dibagikan
kepada tetangga yang berhadapan, tidak menutup kemungkinan juga rumah yang
disamping kiri maupun kanan. Dengan budaya seperti ini, menarik wisatawan untuk
datang berkunjung ke Sumba khususnya Kodi. Mereka mempelajari nilai-nilai
budaya yang terkandung dalam setiap upacara dan lukisan-lukisan di batu kubur
dan tiang rumah. Jika wisatawan berkunjung, jelas mereka mengeluarkan biaya
untuk membayar berbagai fasilitas yang disiapkan seperti hotel, transportasi,
tiket masuk, pembelian makanan, pembelian cindera mata, dan sebagainya. Hasil
dari semua penjualan diatas dapat meningkatkan pendapatan yang akan berimbas
pada pemenuhan zat gizi keluarga.
Glosarium :
Leluhur : Arwah orang yang sudah meninggal. Oleh
masyarakat Kodi, arwah leluhur ada jembatan untuk menyampaikan doa-doa kepada
Tuhan.
Mamoli : perhiasan yang terbuat dari emas,
dahulu digunakan untuk pembelisan gadis Sumba, sekarang sebagai perhiasan untuk
wanita dalam pesta-pesta adat. Emas ini melambangkan derajat keturunan
bangsawan/kekayaan.
Marapu : Agama adat sebagian besar masyarakat Sumba.
Pasola : tradisi saling melemparkan lembing kearah
lawan dengan menunggang kuda oleh pria-pria Sumba, biasanya acara ini terjadi
pada bulan Februari sampai Maret.
Woleka :
Syukuran adat atas panen maupun rezeki lain yang diterima. Pesta ini bisa
menghabiskan ratusan hingga milyaran rupiah. Dalam pesta Woleka, ajang membalas
pemberian daging pesta kepada keluarga yang lebih dahulu melakukan pesta adat.
Hewan yang dikurban mencapai ratusan ekor belum lagi beras, kain adat, biaya
sirih pinang dan biaya lain. Banyaknya hewan yang dikurbankan melambangkan
kemewahan dan golongan.
Sumber Bacaan :
Khomsan,
Ali. 2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. PT Rajagrafindo Persada: Jakarta.
Koentjaraningrat. 2002.Pengantar
Anthropologi.Nuha Medika:Yogyakarta
Komentar
Posting Komentar